Siska ialah anak yang cantik dari keluarga yang kaya. Semua kebutuhannya seperti sekolah, bimbingan belajar dan kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi oleh orang tuanya yang bekerja di salah satu perusahaan. Dia termasuk anak yang mempunyai banyak teman. Namun terkadang karena dia berasal dari keluarga yang kaya, dia masih memiliki sifat angkuh dan sombong.
Di sekolah Siska memiliki dua orang teman dekat, Nuri dan Sukma. Kemanapun pergi mereka selalu bertiga termasuk saat bimbingan belajar pada sore hari setelah pulang sekolah. Namun di sekolah ada seorang anak yang bernama Fatimah yang tidak disukai Siska. Fatimah anak yang cerdas, meskipun siang harinya setelah pulang sekolah ia harus mengumpulkan botol-botol bekas untuk dijual. Dengan hasil dari penjualan botol-botol bekas Fatimah dan Ayahnya, ia dapat bersekolah meski dengan pakaian dan buku seadanya. Ibu Fatimah telah lama meninggal karena penyakit sesak nafas saat Fatimah berumur lima tahun. Meskipun begitu Fatimah tetap semangat sekolah untuk meraih cita-cita menjadi seorang guru.
Siska tidak menyukai Fatimah, karena Fatimah sering kali mengalahkan nilainya di kelas. Siska selalu menjadi urutan kedua setelah Fatimah. Tak jarang Siska menyebut Fatimah dengan sebutan ‘’tukang botol bekas’’. Siska mengetahui upaya Fatimah untuk melanjutkan sekolahnya yang sekarang masih di kelas dua sekolah menengah pertama. Namun ketika Siska sering mengejek Fatimah, Fatimah hanya tersenyum. Ia memiliki kebanggaan sendiri, karena meskipun hanya sebagai tukang pengumpul botol bekas hasil dia dan ayahnya, ia dapat tetap sekolah dan makan meskipun dengan lauk seadanya. Meskipun biaya sekolah sebagian gratis yang Fatimah dapat dari beasiswa, ia tetap harus membantu ayahnya mencukupi kehidupan sehari-hari.
‘’Tukang botol bekas, pasti pulang sekolah ini kamu pergi ke jalanan untuk mengutip botol-botol yang ada di jalanan ya?’’ ketus Siska pada Fatimah yang baru keluar dari kelas.
Namun tetap saja Fatimah hanya tersenyum, toh apa yang dikatakan Siska tidaklah salah. Apa yang dilakukan Fatimah setiap harinya juga bukanlah perbuatan haram.
Siang ini seperti biasa Fatimah bersama ayahnya mencari botol-botol bekas untuk tambahan biaya sekolah dan makan nanti malam. Ayahnya yang meski masih muda namun kelihatan tua karena lusuh tersebut melewati sepanjang jalan sambil membawa gerobak dan karung untuk tempat botol bekas.
‘’Bagaimana tadi di sekolahmu Fatimah?’’Tanya ayah Fatimah.
‘’Alhamdulillah lancar yah, Fatimah dapat nilai seratus lagi pelajaran matematika.’’ Jawab Fatimah ceria.
‘’Alhamdulillah, ternyata anak ayah pintar sekali. Kamu harus tetap semangat sekolah ya Fatimah, ayah akan sekuat tenaga mencari uang untuk sekolah kamu. Kamu harus bisa meraih cita-citamu.’’ Nasihat sang ayah.
‘’Pasti ayah, Fatimah akan tekun belajar.’’
Mereka kembali menyusuri jalanan, tapi keduanya memutuskan berpencar seperti biasanya. Fatimah kekanan dan ayahnya kekiri. Lalu di sore hari mereka bertemu di tempat yang sama untuk pulang kerumah.
Fatimah sering sekali melihat orang-orang membuang botol bekas sembarangan, tidak di tempat sampah yang telah disediakan. Tak hanya botol bekas, tetap juga bungkusan-bungkusan makanan yang dapat mengotori lingkungan. Sambil mengambil botol-botol bekas itu ia juga sekaligus mengambil sampah-sampah bungkusan lalu dibuang ke tempat sampah. Selain mencari nafkah Fatimah juga membantu membersihkan lingkungan agar tetap tampak indah.
Di jalan lain ayah Fatimah tak jauh berbeda, botol-botol bekas terkumpul dan sampah-sampah di jalanan dibuang pada tempatnya. Namun, ketika ayah Fatimah akan menyebrang jalan ada sebuah mobil sedan yang melaju cukup kencang, sehingga sedikit menabrak tubuh lemah ayah Fatimah. Langsung saja pemilik mobil keluar dan menolongnya, tak lain Siska keluar dengan penuh kecemasan. Meskipun terkadang ia sombong tetapi pada orang-orang yang tidak mampu seperti ayah Fatimah ia cukup peduli apalagi mobil ayahnya yang hampir menabrak ayah Fatimah.
‘’Bapak tidak apa-apa, maaf pak saya buru-buru. Mohon maaf sekali, saya bawa kerumah sakit saja pak?’’ Ucap ayah Siska dengan penuh tanggung jawab.
‘’Iya pak, kerumah sakit saja ya?’’ Sambung Siska.
‘’Saya tidak apa-apa pak, nak. Hanya sedikit terjatuh tapi tidak terluka. Saya hanya harus cepat pulang, karena sudah sore dan anak saya sedang menunggu saya.’’ Jawab ayah Fatimah sembari mengutip botol-botol bekas yang berjatuhan dari gerobaknya.
Karena tidak tega langsung saja Siska membantu mengambil botol-botol bekas yang berjatuhan tersebut. Ia merasa kasihan.
‘’Terima kasih nak, kamu baik sekali. Botol-botol bekas ini sangat berguna untuk kami, untuk biaya sekolah anak saya Fatimah dan biaya hidup.’’ Ucapnya.
Siska terkejut dan langsung merasa bersalah pada Fatimah yang saat di sekolah sering diejeknya sebagai seorang ‘’tukang botol bekas’’, padahal hanya karena Fatimah lebih pintar dan berhasil mendapatkan beasiswa yang ia inginkan.
‘’Sama-sama pak, sebagai sesama kita harus saling membantu.’’ Jawab Siska.
Di perjalanan pulang, Siska hanya bisa terdiam dan mengingat kesalahannya pada Fatimah. Dalam hatinya berkata bahwa Fatimah memang berhak atas beasiswa tersebut. Selain karena pintar, Fatimah juga kesulitan membayar iuran sekolah tiap bulannya. Untung saja Fatimah mendapatkan beasiswa.
‘’Tuhan Maha Adil ya Pa.’’ Ucap Siska pada papanya yang sedang menyetir mobil.
‘’Sangat adil, makanya kamu harus bersyukur dengan apa yang kamu miliki sekarang. Karena banyak anak-anak yang harus bekerja keras untuk biaya sekolah bahkan banyak yang tidak bisa sekolah.’’ Tutur papa Siska.
‘’Alhamdulillah, iya pa.’’ Jawab Siska.
Keesokan harinya di sekolah, Siska meminta maaf pada Fatimah karena sering menghina Fatimah. Dan Fatimah dengan senang hati memaafkan Siska meskipun ia telah memaafkan sebelum Siska meminta maaf. Dari dulu Fatimah tidak pernah menyimpan sedikitpun dendam pada Siska. Sejak itu, Fatimah dan Siska menjadi semakin akrab dan menjalin persahabatan.
Fokus UMSU, 2012
Analisa-Taman Riang, 18 November 2012